PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa
Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Etika adalah seperangkat aturan atau
norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan
masyarakat atau profesi.
Dari sudut pandang Kamus Besar
Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988)
merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai berikut:
- Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
- Kumpulan asas atau nilai yang berkenan dengan ahklak.
- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.
Pengertian etika menurut para ahli:
- Tahun 1953 Fagothey, mengatakan bahwa etika adalah studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya.
- Pada tahun 1995 Sumaryono menegaskan bahwa etika merupakan studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia dalam perbuatannya.
- Bertens (1994) menjelaskan, Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Bentuk jamaknya adalah ta etha artinya adat kebisaan, dari bentuk jamak inilah terbentuk kata Etika oleh filsuf Yunani Aristoteles(384-322 BC) dipakai untuk menunjukan filsafat moral. Berdasarkan asal – usul kata tersebut Etika berarti Ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Seluruh gagasan atau ide dapat
diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu
sebagai berikut :
1. Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu
yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip
ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu
yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2. Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan
dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak
diskrminatif atas dasar apapun.
3.
Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku
individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan
seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya.
Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik
dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk
menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4.
Prinsip Keadilan
Pengertian keadilan adalah kemauan
yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya
mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk
bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak
orang lain.
5.
Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai
keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan
pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap
manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri
sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu,
setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak
melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan
individu disini diartikan sebagai:
- kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
- kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya tersebut
- kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6.
Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam
logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran
harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh
individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu
kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan
prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam
hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan
sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur
kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai
harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan,
keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu
meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan
butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh
seorang akuntan, yaitu :
1. Tanggung jawab
profesi :
Jadi seorang akuntan harusnya tuh
dalam menjalankan tanggung jawabnya harus professional dengan memikirkan dan
mempertimbangkan moral di setiap kegiatannya.
2. Kepentingan
publik :
Karena seorang akuntan itu termasuk
anggota IAI, jadi seharusnya memberikan pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan
publik artinya ga boleh memanipulasi setiap data atau menutupi kecurangan atau
kebenaran yang terjadi, dan menunjukkan komitmen proffesional dalam setiap
tindakannya.
3. Integritas
:
Akuntan sebagai seorang profesional,
dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektifitas
:
Maksudnya tuh seorang akuntan tidak
boleh berpihak kepada perorangan, jadi harus sesuai dengan kebenaran yang
sesuai dan bebas dari benturan kepentingan pribadi.
5. Kompetensi dan
kehati-hatian profesional :
Jadi akuntan dituntut harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang
kompeten.
6. Kerahasiaan
:
Akuntan harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Artinya
walaupun ada pihak lain yang ikut campur dan mau tahu tentang data klien ga
boleh seenaknya memberikan begitu saja,harus melalui persetujuan klien dan
prosedur atau persyarakatan yang berlaku oke.
7. Perilaku
profesional :
Akuntan sebagai seorang profesional
dituntut untuk berperilaku konsisten selaras atau yang kita kenal tidak
berubah-berubah dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat menurunkan atau menjatuhkan profesionalismenya.
8. Standar
teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya
harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan,
maksudnya tuh harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat itu juga.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Sehingga ada 2 prinsip etika, yaitu:
1. Relativisme Etika
adalah pandangan bahwa tidak ada
prinsip moral yang benar secara menyeluruh, kebenaran semua prinsip moral
bersifat relatif terhadap budaya atau pilihan individu.
2.
Absolutisme Etika
adalah paham etika yang menekankan
bahwa prinsip moral itu universal, berlaku untuk siapa saja dan dimana saja.
BASIS TEORI ETIKA
- a. Etika Teleologi
Dari kata Yunani, telos
= tujuan, mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan
yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan
oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
1. Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa
tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan
memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang
adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan
serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu
ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
2. Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang
berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu
dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah “the greatest happiness of the greatest number”,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar. Utilitarianisme
menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap baik bila tindakan ini meningkatkan
derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan
derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan.
Analisis Biaya Keuntungan (Cost Benefit Analysis) pada
dasarnya tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam
analisis biaya keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga
keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap
biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan.
- b. Deontologi dan Teori Hak
Istilah deontologi berasal dari
kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. “Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk”, deontologi
menjawab : “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang”. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan
adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama,
sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena
berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang
sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Etika kewajiban (duty ethics)
menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah
tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics)
menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang
melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika. Etika kewajiban dan etika
hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama.
Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan
tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada
orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan
kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara
hak seseorang dengan orang lain.
- c. Teori Keutamaan (Virtue)
Pada dasarnya, etika moralitas
berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam
etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung
perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu
mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih
bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis.
Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya
dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
Memandang sikap atau akhlak seseorang tidak
ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati
dan sebagainya.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai
berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang
dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a. Kebijaksanaan
b. Keadilan
c. Suka bekerja keras
d. Hidup yang baik
EGOISM
Egoisme merupakan motivasi untuk
mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri
sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak
peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang
dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”. Lawan dari
egoisme adalah altruisme.
Terdapat dua konsep yang berhubungan
dengan egoisme. Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat
diri (self-servis). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin ada
tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan
yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah
sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya
sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme,
yaitu suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan
orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah
tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
Hal ini berkaitan erat dengan
narsisme, atau “mencintai diri sendiri,” dan kecenderungan mungkin untuk
berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang
lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan
pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter
seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak
daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan
memanfaatkan altruisme, irasionalitas dan kebodohan orang lain, serta
memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan atau kecerdikan untuk menipu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar