BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Krisis
ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia mengakibatkan menurunnya nilai tukar
rupiah yang sangat tajam terhadap dollar Amerika. Dari tingginya tingkat
inflasi yang terjadi, kondisi krisis tersebut mengakibatkan dampak yang luas
terhadap sendi sendi perekonomian dan dunia perbankan. Makin tingginya
peradaban dan perkembangan yang ada dalam suatu masyarakat maka semakin
beragamlah kebutuhan itu. Manusia tidak selalu puas dengan apa yang telah
dicapai dan berusaha untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik.
Bank
sebagai lembaga keuangan dengan usaha utamanya memberikan jasa dibidang
perbankan. Peran perbankan dalam menghimpun dana masyarakat diperlukan suatu
kondisi perbankan yang sehat serta tersedianya produk jasa perbankan yang
menarik minat masyarakat. Bank mempunyai kepentingan untuk menjaga dana
tersebut agar kepercayaan masyarakat tidak disia-siakan. Pendirian bank-bank
yang semakin menjamur dan persaingan antar bank yang sangat ketat apakah semua
kondisi bank tersebut sehat? Memburuknya kondisi tingkat kesehatan perbankan
disebabkan oleh banyak faktor yang sangat beragam.
Kinerja
merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi
suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Penilaian kinerja dimaksudkan
untuk menilai keberhasilan suatu organisasi. Penurunan kinerja secara
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya Financial Distress yaitu keadaan
yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan. Financial
Distress pada bank-bank apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar
pada bank-bank tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari nasabah. Oleh
karenanya sebuah bank tentunya memerlukan suatu analisis untuk mengetahui
kondisinya setelah melakukan kegiatan operasionalnya dalam jangka waktu tertentu.
Analisis yang dilakukan disini berupa penilaian tingkat kesehatan bank.
Kesehatan
suatu bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Kestabilan lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian.
Kestabilan ini tidak saja dilihat dari jumlah uang yang beredar, namun juga
dilihat dari jumlah bank yang ada sebagai perangkat penyelenggaraan keuangan.
Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai penilaian
terhadap prestasi yang dapat dicapai. Dalam hal ini laba dapat digunakan
sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai dalam suatu perusahaan.
Bank
Indonesia selaku Bank Sentral mempunyai peranan yang penting dalam penyehatan
perbankan, karena Bank Indonesia bertugas mengatur dan mengawasi jalannya
kegiatan operasional bank. Untuk itu Bank Indonesia menetapkan suatu ketentuan
yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh lembaga perbankan, yaitu berdasarkan
surat keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran
Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yaitu tentang Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Indonesia.
Pelaksanaan
penilaian dilakukan dengan cara mengkualifikasikan beberapa komponen dari
masing-masing faktor yaitu komponen Capital (Permodalan), Asset (Aktiva),
Management (Manajemen), Earning (Rentabilitas), Liquidity (Likuiditas) atau
disingkat dengan istilah CAMEL. CAMEL merupakan faktor yang sangat menentukan
predikat kesehatan suatu bank. Aspek tersebut satu dengan yang lainnya saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Penilaian kesehatan bank meliputi 4
kriteria yaitu nilai kredit 81 s/d 100 (sehat), nilai kredit 66 s/d 81 (cukup
sehat), nilai kredit 51 s/d 66 (kurang sehat), dan nilai kredit 0 s/d 51 (tidak
sehat).
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam
penelitian ini adalah : ”Apakah kinerja keuangan pada PT. Bank Victoria
International Tbk tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode CAMEL (Capital,
Asset, Manajemen, Earning, Liquidity) berada pada predikat sehat ?.”
C.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan
masalah pokok dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
”Untuk menganalisis/mengetahui kinerja keuangan pada PT. Bank Victoria
International Tbk tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode CAMEL.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Adapun
manfaat yang diharapkan adalah:
1.
Memberikan informasi kepada PT. Bank Victoria
International Tbk, terkait dengan adanya
standar pengukuran tingkat kesehatan bank serta seberapa jauh kinerja yang
telah dicapai dan faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi/rendahnya nilai
bobot yang dimiliki untuk penilaian tingkat kesehatan bank.
2.
Memberikan pembelajaran bagi mahasiswa dalam
menganalisis laporan keuangan sebuah bank.
BAB 11
PEMBAHASAN
Pengertian dan
Jenis-jenis Rasio Keuangan
Untuk
mengetahui kondisi keuangan suatu bank maka dapat dilihat laporan keuangan yang
disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus
menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut (Kasmir, 2004).
Di
dalam laporan keuangan tedapat hasil analisis dari rasio keuangan. Analisis
rasio keuangan menunjukan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data
laporan keuangan. Rasio memperlihatkan hubungan matematis di antara satu
kuantitas lainnya. Hubungna ini dinyatakan dalam presentase, tingkat, maupun
proporsi tunggal (Gamayuni, 2006).
Usman
(dalam Asmoro, 2010) menyatakan analisis rasio keuangan berguna sebagai
analitas intern bagi manajemen perusahaan unuk mengetahui hasil finansial yang
telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern
bagi kreditor dan investor untuk menentukan kebijakan pemberian kredit dan
penanaman modal suatu perusahaan. Dlam beberapa kasus, mengevaluasi kinerja
masa lalu perusahaan dasar untuk analisis masa depan. Evaluasi tersebut dapat
menunjukan bahwa kinerjanya kemungkinan akan berlanjut pada tingkat yang sama
atau bahkan kemungkinan terjadinya tren
kenaikan atau penurunan (Greuning dan Bratanovic, 2011).
Rasio keuangan
yang lazim digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank untuk menentukan
suatu bank bermasalah atau tidak adalah rasio keuangan CAMEL. Untuk lebih
jelasnya rasio-rasio tersebut yang digunakan dalam perbankan akan diuraikan
sebagai berikut:
2.1 Rasio Likuiditas
Rasio
likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya serta dapat
memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Oleh karena
itu bank dikatakan liquid jika bank memiliki cash asset kebutuhan sebesar
kebutuhan yang akan digunakan. Bank tersebut juga harus memiliki asset lainnya
(khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya dan
juga bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui
berbagai bentuk hutang.
2.1.1 Cash Ratio
Untuk
mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat
ditarik dengan menggunakan alat-alat liquid yang dimilikinya.
|
Komponen
|
2011
(Jt.
Rupiah)
|
2010
(Jt.
Rupiah)
|
2009
(Jt.Rupiah)
|
Aktiva Liquid:
Kas
Penempatan Pada Bank Indonesia
|
31.547
1.264.232
|
28.225
1.535.878
|
22.893
468.080
|
Jumlah Aktiva
Liquid
|
1.295.779
|
1.564.103
|
490.973
|
Kewajiban yang
harus segera dibayar:
Giro
Tabungan
Simpanan Berjangka
Kewajiban Kepada Bank Lain
Surat Berharga yang Diterbitkan
|
328.691
621.292
7.833.989
793.377
399.816
|
176.245
418.945
8.134.296
110.892
398.517
|
126.113
313.711
5.142.253
576.755
400.000
|
Jumlah Kewajiban
yang Harus Dibayar
Cash Ratio
|
9.977.165
12,99%
|
9.238.895
16,93%
|
6.558.833
7,48%
|
2.1.2
Reserve Requirement (Likuiditas Wajib
Minimum)
Merupakan
ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak
ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa
rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya Reserve
Requirement telah mengalami perubahan dari 2%, 3%, dan terakhir sejak tahun
1997 sebesar 5%.
Komponen dana pihak
ketiga terdiri dari
Giro
Deposito berjangka
Sertifikat deposito
Tabungan
Kewajiban jangka pendek lainnya
2.1.3 Loans to Deposit Ratio (LDR)
Rasio
ini digunakan untuk menilailikuiditas suatu bank yang dengan cara membagi
jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Kredit yang
diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan untuk dana pihak
ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito
(AlmiliadanHerdiningtyas, 2005).
Santoso
(1996)mengatakan bahwa semakin tinggi rasio LDRmaka semakin tinggi probabilitas
dari sebuah bank mengalami kebangkrutan. Hal ini memberikan indikasi semakin
rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan
karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai semakin besar
(Dendawijaya,2009).
|
Komponen
|
2011
(Jt. Rupiah)
|
2010
(Jt. Rupiah)
|
2009
(Jt. Rupiah)
|
Jumlah Kredit yang Diberikan:
Pinjaman yang
diberikan dan piutang
|
5.587.986
|
3.510.652
|
2.822.101
|
Dana Pihak Ketiga
Giro
Tabungan
Simpanan
Berjangka
Total
Dana Pihak Ketiga
|
328.691
621.292
7.833.989
8.783.972
|
176.245
418.945
8.134.296
8.729.486
|
126.113
313.711
5.142.253
5.582.077
|
Modal
Inti
Modal Disetor
a.
Modal Dasar
b.
Modal yang Belum Disetor
Total Modal Inti
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
Jumlah Total DPK dan Modal Inti
|
9.168.646
|
9.114.160
|
5.966.751
|
Loan
To Deposit Ratio
|
60.95%
|
38,52%
|
47,30%
|
2.1.4
Loan To Asset Ratio
Merupakan kemampuan
bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditasnya rendah
karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin besar.
|
Komponen
|
2011
(Jt. Rupiah)
|
2010
(Jt. Rupiah)
|
2009
(Jt. Rupiah)
|
Jumlah Kredit yang Diberikan
Pinjaman yang
Diberikan dan Piutang
|
5.587.986
|
3.510.652
|
2.822.101
|
Jumlah Assets
|
11.302.881
|
10.106.602
|
7.271.127
|
Loan
To Asset Ratio
|
49,44%
|
34,74%
|
38.81%
|
2.1.5
Rasio Kewajiban Bersih (Call Money)
Persentase
dari rasio ini menunjukan besarnya kewajiban bersih call money terhadap aktiva
lancar atau aktiva yang paling liquid dari bank. Semakin kecil rasio ini, maka
likuiditas bank ini semakin baik karena bank dapat menutup kewajiban antar bank
dengan alat likuid yang dimilikinya.
|
Aktiva Lancar: Uang
kas, Giro di BI, Sertifikat BI, SBPU.
2.2
RASIO PROFITABILITAS
Rasio
ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang
dicapai oleh bank. Dalam analisa ini akan dicari hubungan yang timbal balik
dengan pos-pos yang ada pada income statement itu sendiri maupun hubungan
timbal balik dengan pos0pos yang ada pada neraca bank yang bersangkutan guna
mendapatkan berbagai indikasi yang berguna untuk mengukur efisiensi dan
profitabilitas bank yang bersangkutan.
2.2.1
Return On Assets (ROA)
Rasio
ini merupakan salah satu dari rasio yang digunakan untuk menilai aspek earning.
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank
yang bersangkutan (Almilia dan Hedrdiningtyas, 2005)
Altman
(1986) menyatakan bahwa rasio ROA berpengaruh signifkan terhadap kebangkrutan
bank. Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008) menyatakan semakin besar ROA, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank
|
Komponen
|
2011
(Jt. Rupiah)
|
2010
(Jt. Rupiah)
|
2009
(Jt. Rupiah)
|
Laba Bersih
Laba (Rugi) tahun berjalan sebelum pajak
|
232.982
|
129.975
|
61.860
|
Total
Assets
|
11.302.881
|
10.106.602
|
7.271.127
|
ROA
|
2,06%
|
1,29%
|
0,85%
|
2.2.2 ROE (Return On Equity)
Menurut
Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008), Return on Equity adalah rasio profitabilitas
yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal (modal
inti) bank, rasio ini menunjukan tingkat % (persentase) yang dapatdihasilkan.
SemakinbesarROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Almilia
dan Herdiningtyas,2005). Rasio inidirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank
IndonesiaNo.6/23/DPNPtanggal 31Mei2004):
|
Komponen
|
2011
(Jt. Rupiah)
|
2010
(Jt. Rupiah)
|
2009
(Jt. Rupiah)
|
Laba Bersih
Laba (Rugi) tahun berjalan
setelah pajak bersih
|
187.399
|
106.279
|
47.058
|
Modal Sendiri
a.
Modal Dasar
b.
Modal yang Belum Disetor
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
ROE
|
48,72%
|
27.63%
|
12,23%
|
2.2.3
Capital Adequacy Rasio (CAR)
CAR
merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian permodalan
merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur
risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur di masa mendatang. CAR
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari
modal sendiri disamping memperoleh dana>dana dari sumber>sumber diluar
bank (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Sesuai
dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 Sistem Penilaian Kesehatan
Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukan semakin sehat bank tersebut.
Santoso (1996) juga menyatakan bahwa semakin besar rasio ini, semakin kecil
probabilitas suatu bank mengalami kebangkrutan. Pendapat ini didukung oleh
Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh negatif
signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada sektor perbankan. Rasio
ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004).
|
Komponen
|
2011
(Jt. Rupiah)
|
2010
(Jt. Rupiah)
|
2009
(Jt. Rupiah)
|
Modal
Bank
a.
Modal Dasar
b.
Modal yang Belum Disetor
Total
Modal Bank
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
1.400.000
(1.015.326)
384.674
|
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit
Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional
Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Pasar
Total ATMR
|
7.165.984
254.794
29.369
7.450.147
|
7.434.639
254.794
29.369
7.718.802
|
4.771.743
208.953
1.065.317
6.056.013
|
CAR
|
5,16%
|
4,98%
|
6,35%
|
2.2.4.
Biaya Operasi Dibanding Dengan Pendapatan Operasi (BOPO)
Rasio yang sering disebut rasio
efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Almilia dan Herdiningtyas,
2005).
Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka
menjalankan aktivitas usaha utamanya seperti
biaya bunga, biaya pemasaran, biaya tenaga kerja dan biaya operasi.
lainnya Sedangkan pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu
pendapatan yang yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan
pendapatan operasi – operasi lainnya (Prasnanugraha,2007).
Riyadi
(dalam Mulyaningrum, 2008) mengatakan
semakin rendah rasio BOPO berarti
semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efesien dalam
menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan.
|
Komponen
|
2011
(Jt. Rupiah)
|
2010
(Jt. Rupiah)
|
2009
(Jt. Rupiah)
|
Biaya
Operasional
Beban Bunga
|
643.815
|
585.237
|
604.237
|
Pendapatan
Operasional
Hasil Bunga
|
643.815
|
585.237
|
486.349
|
BOPO
|
100%
|
100%
|
124.24%
|
2.2.5 NET PROFIT MARGIN RATIO
Rasio yang
menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Pendapatan operasionalnya
berasal dari pemberian kredit dengan resiko kredit macet, selisih kurs valas
jika kredit dalam valas dll.
|
Komponen
|
2011
(Jt.
Rupiah)
|
2010
(Jt.
Rupiah)
|
2009
(Jt.
Rupiah)
|
Laba
Bersih
Laba (Rugi) Operasional
|
225.528
|
129.062
|
61.325
|
Pendapatan
Operasional
Pendapatan(Beban) Operasional
Selain Bunga Bersih
|
85.469
|
11.543
|
(56.563)
|
NPM
|
263,87%
|
1.118.10%
|
108.419%
|
2.3
Rasio Solvabilitas
Rasio
ini menunjukan batasan dimana perbankan didanai atau dibiayai oleh hutang.
Analisis solvabilitas / leverage bank akan membahas secara bertahap tentang
fungsi dari modal bank. Salah satu cara untuk menghitung apakah jumlah capital
yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum dapat diketahui dengan
analisa rasio solvabilitas.
2.3.1
Debt to Equity Ratio
Untuk
mengukur kemampuan bank untuk menutup sebagian atau seluruh hutang-hutangnya
dengan dana yang berasal dari modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka
semakin kecil kemampuan membayar hutangnya dari modal sendiri.
|
2.3.2 Long Term Debt To Assets
Ratio
Untuk
mengukur seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank dibiayai atau danany diperoleh
dari sumber hutang jangka panjang. Hutang jangka panjang berasal dari dana
pinjaman dari bank lain, simpanan masyarakat diatas 1 tahun, pinjaman LN,
investasi dari investor. Semakin besar
rasio ini, maka makin kecil kemampuan untuk membayar hutang dari aktiva.
|
kita juga punya nih artikel mengenai 'Likuiditas', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/5593/1/Jurnal.pdf
trimakasih
semoga bermanfaat