Selasa, 30 April 2013

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DITINJAU DARI LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, DAN RENTABILITAS PADA PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL Tbk (PERIODE 2009 – 2011)



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia mengakibatkan menurunnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam terhadap dollar Amerika. Dari tingginya tingkat inflasi yang terjadi, kondisi krisis tersebut mengakibatkan dampak yang luas terhadap sendi sendi perekonomian dan dunia perbankan. Makin tingginya peradaban dan perkembangan yang ada dalam suatu masyarakat maka semakin beragamlah kebutuhan itu. Manusia tidak selalu puas dengan apa yang telah dicapai dan berusaha untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik.

Bank sebagai lembaga keuangan dengan usaha utamanya memberikan jasa dibidang perbankan. Peran perbankan dalam menghimpun dana masyarakat diperlukan suatu kondisi perbankan yang sehat serta tersedianya produk jasa perbankan yang menarik minat masyarakat. Bank mempunyai kepentingan untuk menjaga dana tersebut agar kepercayaan masyarakat tidak disia-siakan. Pendirian bank-bank yang semakin menjamur dan persaingan antar bank yang sangat ketat apakah semua kondisi bank tersebut sehat? Memburuknya kondisi tingkat kesehatan perbankan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat beragam.
Kinerja merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai keberhasilan suatu organisasi. Penurunan kinerja secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya Financial Distress yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan. Financial Distress pada bank-bank apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada bank-bank tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari nasabah. Oleh karenanya sebuah bank tentunya memerlukan suatu analisis untuk mengetahui kondisinya setelah melakukan kegiatan operasionalnya dalam jangka waktu tertentu. Analisis yang dilakukan disini berupa penilaian tingkat kesehatan bank.

Kesehatan suatu bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kestabilan lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini tidak saja dilihat dari jumlah uang yang beredar, namun juga dilihat dari jumlah bank yang ada sebagai perangkat penyelenggaraan keuangan. Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai penilaian terhadap prestasi yang dapat dicapai. Dalam hal ini laba dapat digunakan sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai dalam suatu perusahaan.

Bank Indonesia selaku Bank Sentral mempunyai peranan yang penting dalam penyehatan perbankan, karena Bank Indonesia bertugas mengatur dan mengawasi jalannya kegiatan operasional bank. Untuk itu Bank Indonesia menetapkan suatu ketentuan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh lembaga perbankan, yaitu berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yaitu tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Indonesia.

Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan cara mengkualifikasikan beberapa komponen dari masing-masing faktor yaitu komponen Capital (Permodalan), Asset (Aktiva), Management (Manajemen), Earning (Rentabilitas), Liquidity (Likuiditas) atau disingkat dengan istilah CAMEL. CAMEL merupakan faktor yang sangat menentukan predikat kesehatan suatu bank. Aspek tersebut satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Penilaian kesehatan bank meliputi 4 kriteria yaitu nilai kredit 81 s/d 100 (sehat), nilai kredit 66 s/d 81 (cukup sehat), nilai kredit 51 s/d 66 (kurang sehat), dan nilai kredit 0 s/d 51 (tidak sehat).


B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah : ”Apakah kinerja keuangan pada PT. Bank Victoria International Tbk tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode CAMEL (Capital, Asset, Manajemen, Earning, Liquidity) berada pada predikat sehat ?.”

C.     TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan masalah pokok dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah : ”Untuk menganalisis/mengetahui kinerja keuangan pada PT. Bank Victoria International Tbk tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode CAMEL.


D.    MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan adalah:

1.      Memberikan informasi kepada PT. Bank Victoria International  Tbk, terkait dengan adanya standar pengukuran tingkat kesehatan bank serta seberapa jauh kinerja yang telah dicapai dan faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi/rendahnya nilai bobot yang dimiliki untuk penilaian tingkat kesehatan bank.

2.      Memberikan pembelajaran bagi mahasiswa dalam menganalisis laporan keuangan sebuah bank.










BAB 11
PEMBAHASAN


 Pengertian dan Jenis-jenis Rasio Keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank maka dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut (Kasmir, 2004).
Di dalam laporan keuangan tedapat hasil analisis dari rasio keuangan. Analisis rasio keuangan menunjukan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data laporan keuangan. Rasio memperlihatkan hubungan matematis di antara satu kuantitas lainnya. Hubungna ini dinyatakan dalam presentase, tingkat, maupun proporsi tunggal (Gamayuni, 2006).
Usman (dalam Asmoro, 2010) menyatakan analisis rasio keuangan berguna sebagai analitas intern bagi manajemen perusahaan unuk mengetahui hasil finansial yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor dan investor untuk menentukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan. Dlam beberapa kasus, mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan dasar untuk analisis masa depan. Evaluasi tersebut dapat menunjukan bahwa kinerjanya kemungkinan akan berlanjut pada tingkat yang sama atau bahkan kemungkinan terjadinya  tren kenaikan atau penurunan (Greuning dan Bratanovic, 2011).
Rasio keuangan yang lazim digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank untuk menentukan suatu bank bermasalah atau tidak adalah rasio keuangan CAMEL. Untuk lebih jelasnya rasio-rasio tersebut yang digunakan dalam perbankan akan diuraikan sebagai berikut:

2.1  Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Oleh karena itu bank dikatakan liquid jika bank memiliki cash asset kebutuhan sebesar kebutuhan yang akan digunakan. Bank tersebut juga harus memiliki asset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu  tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya dan juga bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk hutang.
2.1.1 Cash Ratio
Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat liquid yang dimilikinya.


Aktiva liquid
CR =   - - - - - - - - - - - - - - -  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  X 100%
Kewajiban yang harus segera dibayar
 
 






Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt.Rupiah)
Aktiva Liquid:

Kas
Penempatan Pada Bank Indonesia


31.547
1.264.232



28.225
1.535.878



22.893
468.080
Jumlah Aktiva Liquid
1.295.779
1.564.103
490.973
Kewajiban yang harus segera dibayar:

Giro
Tabungan
Simpanan Berjangka
Kewajiban Kepada Bank Lain
Surat Berharga yang Diterbitkan


328.691
621.292
7.833.989
793.377
399.816


176.245
418.945
8.134.296
110.892
398.517


126.113
313.711
5.142.253
576.755
400.000
Jumlah Kewajiban yang Harus Dibayar

Cash Ratio
9.977.165

12,99%
9.238.895

16,93%
6.558.833

7,48%

2.1.2 Reserve Requirement (Likuiditas Wajib Minimum)
Merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya Reserve Requirement telah mengalami perubahan dari 2%, 3%, dan terakhir sejak tahun 1997 sebesar 5%.
Komponen dana pihak ketiga terdiri dari
*      Giro
*      Deposito berjangka
*      Sertifikat deposito
*      Tabungan
*      Kewajiban jangka pendek lainnya

 2.1.3 Loans to Deposit Ratio (LDR)
Rasio ini digunakan untuk menilailikuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito (AlmiliadanHerdiningtyas, 2005).
Santoso (1996)mengatakan bahwa semakin tinggi rasio LDRmaka semakin tinggi probabilitas dari sebuah bank mengalami kebangkrutan. Hal ini memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai semakin besar (Dendawijaya,2009).
Jumlah Kredit yang diberikan
LDR= - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ­­- - -   x100%
Total DPK + KLBI + Modal Inti

 
 



Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Jumlah Kredit yang Diberikan:

Pinjaman yang diberikan dan piutang


5.587.986



3.510.652



2.822.101
Dana Pihak Ketiga

Giro
Tabungan
Simpanan Berjangka
Total Dana Pihak Ketiga


328.691
621.292
7.833.989
8.783.972


176.245
418.945
8.134.296
8.729.486


126.113
313.711
5.142.253
5.582.077

Modal Inti

Modal Disetor
a.       Modal  Dasar
b.      Modal yang Belum Disetor
Total Modal Inti



1.400.000
(1.015.326)
384.674



1.400.000
(1.015.326)
384.674



1.400.000
(1.015.326)
384.674
Jumlah Total DPK dan Modal Inti
9.168.646
9.114.160
5.966.751
Loan To Deposit Ratio
60.95%
38,52%
47,30%

2.1.4 Loan To Asset Ratio
Merupakan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditasnya rendah karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin besar.
       Jumlah Kredit yang diberikan
LAR =   - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  x 100%
Jumlah Assets
 
 






Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Jumlah Kredit yang Diberikan

Pinjaman yang Diberikan dan Piutang



5.587.986


3.510.652


2.822.101
Jumlah  Assets
11.302.881
10.106.602
7.271.127
Loan To Asset Ratio
49,44%
34,74%
38.81%










2.1.5 Rasio Kewajiban Bersih (Call Money)
Persentase dari rasio ini menunjukan besarnya kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar atau aktiva yang paling liquid dari bank. Semakin kecil rasio ini, maka likuiditas bank ini semakin baik karena bank dapat menutup kewajiban antar bank dengan alat likuid yang dimilikinya.
NET Call Money
NCM =   - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  X 100%
           Aktiva Lancar

 
 



Aktiva Lancar: Uang kas, Giro di BI, Sertifikat BI, SBPU.

2.2 RASIO PROFITABILITAS
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank. Dalam analisa ini akan dicari hubungan yang timbal balik dengan pos-pos yang ada pada income statement itu sendiri maupun hubungan timbal balik dengan pos0pos yang ada pada neraca bank yang bersangkutan guna mendapatkan berbagai indikasi yang berguna untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.

2.2.1 Return On Assets (ROA)
Rasio ini merupakan salah satu dari rasio yang digunakan untuk menilai aspek earning. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan (Almilia dan Hedrdiningtyas, 2005)
Altman (1986) menyatakan bahwa rasio ROA berpengaruh signifkan terhadap kebangkrutan bank. Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008) menyatakan semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank
Labasebelumpajak
ROA =    - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  X 100%
  Total Assets



 
                   


Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Laba Bersih

Laba (Rugi) tahun berjalan sebelum pajak


232.982


129.975


61.860
Total Assets
11.302.881
10.106.602
7.271.127
ROA
2,06%
1,29%
0,85%









2.2.2 ROE (Return On Equity)
Menurut Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008), Return on Equity adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) bank, rasio ini menunjukan tingkat % (persentase) yang dapatdihasilkan. SemakinbesarROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Almilia dan Herdiningtyas,2005). Rasio inidirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank IndonesiaNo.6/23/DPNPtanggal 31Mei2004):
Laba Setelah Pajak
ROE=- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  x100%
Modal Sendiri


 
                         



Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Laba Bersih

Laba (Rugi) tahun berjalan setelah pajak bersih


187.399


106.279


47.058
Modal Sendiri

a.       Modal  Dasar
b.      Modal yang Belum Disetor



1.400.000
(1.015.326)
384.674


1.400.000
(1.015.326)
384.674


1.400.000
(1.015.326)
384.674
ROE
48,72%
27.63%
12,23%








2.2.3 Capital Adequacy Rasio (CAR)
CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur di masa mendatang. CAR memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana>dana dari sumber>sumber diluar bank (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukan semakin sehat bank tersebut. Santoso (1996) juga menyatakan bahwa semakin besar rasio ini, semakin kecil probabilitas suatu bank mengalami kebangkrutan. Pendapat ini didukung oleh Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada sektor perbankan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004).


Modal Bank
                        CAR =            - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - X 100%
Total ATMR

 
 




Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Modal Bank

a.       Modal  Dasar
b.      Modal yang Belum Disetor
Total Modal Bank


1.400.000
(1.015.326)
384.674


1.400.000
(1.015.326)
384.674


1.400.000
(1.015.326)
384.674
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit

Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional

Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Pasar
Total ATMR


7.165.984


254.794


29.369

7.450.147


7.434.639


254.794


29.369

7.718.802


4.771.743


208.953


1.065.317

6.056.013
CAR
5,16%
4,98%
6,35%










2.2.4. Biaya Operasi Dibanding Dengan Pendapatan Operasi (BOPO)
             Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
              Biaya  operasi merupakan biaya  yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha utamanya seperti  biaya bunga, biaya pemasaran, biaya tenaga kerja dan biaya operasi. lainnya Sedangkan pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan yang yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operasi – operasi lainnya (Prasnanugraha,2007).
Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008)  mengatakan semakin  rendah rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efesien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan.
BiayaOperasional
BOPO =- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - x 100%
Pendapatan Operasional

 
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) :



Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Biaya Operasional

Beban  Bunga


643.815


585.237


604.237
Pendapatan Operasional

Hasil Bunga



643.815


585.237


486.349
BOPO
100%
100%
124.24%









2.2.5 NET PROFIT MARGIN RATIO
                          Rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Pendapatan operasionalnya berasal dari pemberian kredit dengan resiko kredit macet, selisih kurs valas jika kredit dalam valas dll.
Laba Bersih
NPM =  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  x 100%
Pendapatan Operasional
 



Komponen
2011
(Jt. Rupiah)
2010
(Jt. Rupiah)
2009
(Jt. Rupiah)
Laba Bersih

Laba (Rugi) Operasional


225.528


129.062


61.325
Pendapatan Operasional

Pendapatan(Beban) Operasional Selain Bunga Bersih


85.469


11.543


(56.563)
NPM
263,87%
1.118.10%
108.419%










2.3 Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukan batasan dimana perbankan didanai atau dibiayai oleh hutang. Analisis solvabilitas / leverage bank akan membahas secara bertahap tentang fungsi dari modal bank. Salah satu cara untuk menghitung apakah jumlah capital yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum dapat diketahui dengan analisa rasio solvabilitas.
2.3.1 Debt to Equity Ratio
Untuk mengukur kemampuan bank untuk menutup sebagian atau seluruh hutang-hutangnya dengan dana yang berasal dari modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin kecil kemampuan membayar hutangnya dari modal sendiri.
Jumlah Hutang
DTE = - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - x 100%
Jumlah Modal Sendiri
 
 


                                                                                                                          


2.3.2 Long Term Debt To Assets Ratio
Untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank dibiayai atau danany diperoleh dari sumber hutang jangka panjang. Hutang jangka panjang berasal dari dana pinjaman dari bank lain, simpanan masyarakat diatas 1 tahun, pinjaman LN, investasi  dari investor. Semakin besar rasio ini, maka makin kecil kemampuan untuk membayar hutang dari aktiva.
Hutang Jangka Panjang
LTDTA =   - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  x 100%
Total Assets
 


1 komentar:

  1. kita juga punya nih artikel mengenai 'Likuiditas', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/5593/1/Jurnal.pdf
    trimakasih
    semoga bermanfaat

    BalasHapus