BAB
I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Banyaknya
perusahaan yang melakukan operasi bisnis di
luar batas negaranya, menunjukkan arah perkembangan operasi bisnis yang
bersifat global. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang dilakukan oleh
Deloitte Touche Tohmatsu Internasional pada tahun 1992, terhadap 400 perusahaan skala menengah di dua
puluh negara maju yang melakukan bisnis di pasar internasional (Iqbal, et al.,
1997 dalam Arja Sadjiarto, 1999). Globalisasi juga nampak dengan semakin
banyaknya kerjasama komunitas internasional yang dilakukan oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Kerjasama tersebut
diantaranya North American Free Trade
Agreement (NAFTA), ASEAN Federation
of Accountants (AFA), Asia-Pasific
Economic Cooperation (APEC), World
Trade Organization (WTO), dan International
Organization of Securities Commissions (IOSOC).
Globalisasi
membawa implikasi bahwa hal-hal yang dahulunya merupakan kewenangan dan
tanggung jawab tiap negara, akan dipengaruhi oleh dunia internasional.
Demikian pula dengan pelaporan keuangan
dan standar akuntansi suatu negara (Arja Sadjiarto, 1999). Standar akuntansi memberikan gambaran yang jelas dan konsisten
kepada pemegang saham, membuat laporan perusahaan lebih dapat dimengerti dan
dapat diperbandingkan. Standar akuntansi yang dapat diperbandingkan sangat
diperlukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional, juga oleh para pengguna
laporan keuangan yang ingin mengevaluasi kinerja perusahaan skala global dan
untuk membantu pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan
sekuritas. Dengan adanya operasi bisnis dan pasar modal yang bersifat global tentu
menuntut adanya standar yang bersifat global atau bersifat internasional,
karena aturan-aturan akuntansi yang bersifat lokal tidak mampu memenuhi
kebutuhan bisnis dan keuangan internasional. Oleh karena itu, beberapa
kelompok profesi berusaha membuat standar akuntansi internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Harmonisasi
Pengertian harmonisasi adalah suatu
upaya dalam mencari keselarasan. Namun, pengertian harmonisasi dalam akuntansi adalah
suatu proses untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi
dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat
beragam. Secara sederhana pengertian harmonisasi standar akuntansi dapat
diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku
secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar akuntansi yang
mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional.
Keuntungan Harmonisasi Internasional:
1. Pasar modal
menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara
konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi modal.
2. Investor
dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik portofolio akan lebih beragam
dan risiko keuangan berkurang.
3. Perusahaan-perusahaan
dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan strategi dalam bidang merger dan
akuisisi.
4. Gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam
mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi.standar akuntansi
internasional memiliki sifat lebih fleksibel dan terbuka.
Harmonisasi standar akuntansi
internasional pertama kali dikenalkan oleh European
Commision (EC). Pada tahun 1995 EC mengadopsi pendekatan baru bagi
harmonisasi akuntansi yang memperbolehkan penggunaan standar akuntansi
internasional untuk perusahaan yang terdaftar di pasar modal internasional.
Lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi
internasional antara lain adalah IASC (International
Accountig Standard Commitee) dan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Beberapa
pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi tersebut adalah
perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi
perdagangan, serta International
Organization of Securities Commissions (IOSCO) (Arja Sadjiarto, 1999).
Harmonisasi standar akuntansi internasional berarti proses meningkatkan
kesesuaian praktik akuntansi melalui penyusunan batasan berbagai macam
perbedaan (Choi, et al., 1999). Dengan demikian harmonisasi dapat mengakomodasi
perbedaan nasional dan meningkatkan komparabilitas informasi keuangan dari
berbagai negara. Harmonisasi membuat standar akuntansi keuangan sejalan dengan standar
akuntansi internasional.
2.2
Pengertian dan penjelasan dari IFRS
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard)
merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standar Board
(IASB).Standar Akuntansi Internasional disusun oleh empat organisasi utama
dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat
Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi
Akuntansi Internasional (IFAC).
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard)
adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari
solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan IFRS
adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk
periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung
informasi berkualitas tinggi yang:
1.
Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan
sepanjang periode yang disajikan.
2.
Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi
yang berdasarkan pada IFRS.
3.
Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi
manfaat untuk para pengguna.
Sedangkan
manfaat yang dapat diperoleh adanya suatu perubahan sistem IFRS sebagai standar
global yaitu :
Ø Pasar modal
menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan
secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal.
Ø Investor
dapat membuat keputusan yang lebih baik
Ø Perusahaan-perusahaan
dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.
Ø Gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam
mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
2.3 Harmonisasi IFRS di Indonesia
Standar akuntansi di Indonesia saat
ini belum menggunakan secara penuh (full adoption)
standar akuntansi internasional atau International
Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang
berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United
Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal
sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan
Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Era
globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang
dapat diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan
adanya harmonisasi terhadap standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar
dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah
dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan,
supplier, investor, dan kreditor. Namun proses harmonisasi ini memiliki
hambatan antaralain nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara, perbedaan sistem
pemerintahan pada tiaptiap negara, perbedaan kepentingan antara perusahaan
multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses
harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip
akuntansi.
Sejarah,
perkembangan, dan pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia.
Sejarah dan perkembangan Standar Akuntansi di
Indonesia. Berikut adalah perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari
awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan
Akuntan Indonesia, 2008).
a. Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak
ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
b. Sampai Thn. 1955: Indonesia belum mempunyai undang
– undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
c. Tahun. 1974: Indonesia mengikuti standar Akuntansi
Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
d. Tahun. 1984: Prinsip Akuntansi di Indonesia
ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
e. Akhir Tahun 1984: Standar Akuntansi di Indonesia
mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International
Accounting Standart Committee)
f. Sejak Tahun. 1994: IAI sudah committed mengikuti
IASC / IFRS.
g. Tahun 2008: diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS
akan dapat diselesaikan.
h. Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
Pengadopsian Standar Akuntansi
Internasional di Indonesia saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang
dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan
oleh IASB (International Accounting
Standards Board). Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar
akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi
internasional (IFRS) tersebut. Posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat
ini dan akan diadopsi pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum
dalam daftar- daftar berikut ini(sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009).
Tabel 1
IFRS/IAS
yang Telah Diadopsi ke dalam PSAK hingga 31 Desember 2008
1.
|
IAS 2
|
Inventories
|
2.
|
IAS 10
|
Events
after balance sheet date
|
3.
|
IAS 11
|
Construction
contracts
|
4.
|
IAS 16
|
Property,
plant and equipment
|
5.
|
IAS 17
|
Leases
|
6.
|
IAS 18
|
Revenues
|
7.
|
IAS 19
|
Employee
benefits
|
8.
|
IAS 23
|
Borrowing
costs
|
9.
|
IAS 32
|
Financial
instruments: presentation
|
10.
|
IAS 39
|
Financial
instruments: recognition and measurement
|
11.
|
IAS 40
|
Investment
property
|
Tabel 2:
IFRS/IAS
yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2009
1.
|
IFRS 2
|
Share-based
payment
|
2.
|
IFRS 4
|
Insurance
contracts
|
3.
|
IFRS 5
|
Non-current
assets held for sale and discontinued operations
|
4.
|
IFRS 6
|
Exploration
for and evaluation of mineral resources
|
5.
|
IFRS 7
|
Financial
instruments: disclosures
|
6.
|
IAS 1
|
Presentation
of financial statements
|
7.
|
IAS 27
|
Consolidated
and separate financial statements
|
8.
|
IAS 28
|
Investments
in associates
|
9.
|
IFRS 3
|
Business
combination
|
10.
|
IFRS 8
|
Segment
reporting
|
11.
|
IAS 8
|
Accounting
policies, changes in accounting estimates and errors
|
12.
|
IAS 12
|
Income
taxes
|
13.
|
IAS 21
|
The
effects of changes in foreign exchange rates
|
14.
|
IAS 26
|
Accounting
and reporting by retirement benefit plans
|
15.
|
IAS 31
|
Interests
in joint ventures
|
16.
|
IAS 36
|
Impairment
of assets
|
17.
|
IAS 37
|
Provisions,
contingent liabilities and contingent assets
|
18.
|
IAS 38
|
Intangible
assets
|
Tabel 3:
IFRS/IAS
yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2010
1.
|
IAS 7
|
Cash flow
statements
|
2.
|
IAS 20
|
Accounting
for government grants and disclosure of government assistance
|
3.
|
IAS 24
|
Related
party disclosures
|
4.
|
IAS 29
|
Financial
reporting in hyperinflationary economies
|
5.
|
IAS 33
|
Earning
per share
|
6.
|
IAS 34
|
Interim
financial reporting
|
7.
|
IAS 41
|
Agriculture
|
Untuk hal-hal yang tidak diatur
standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar
akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama
standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya
usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi
transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena
transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat
diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat
dijadikan landasan konseptual.
Revisi terbaru PSAK yang mengacu
pada IFRS Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin,
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah
merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK
yang telah direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30
(ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK
No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif sejak 1
Januari 2009).
1. PSAK No. 13
(revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang
Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994).
2. PSAK No. 16
(revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva
Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan.
3. PSAK No. 30
(revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
4. PSAK No. 50
(revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang
menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu.
5. PSAK No. 55
(revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang
menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi
terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit
perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima
PSAK tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara
berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang
pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor
PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
1.
PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva
Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1
(Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
2.
PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan
pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
3.
PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan
(1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset
Tidak Berwujud.
PSAK yang
sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia
merencanakan untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut
(Sumber: Deloitte News Letter, 2007):
Ø PSAK 22: Accounting for Business Combination, which
is revised by reference to IFRS 3 :
Business Combination;
Ø PSAK 58: Discontinued Operations, which is revised by
reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued
Operations;
Ø PSAK 48: Impairment of Assets, which is revised by
reference to IAS 36 : Impairment of Asset;
Berikut adalah program pengembangan
standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS
(Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
Ø Pada akhir
2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
Ø Tahun 2011
merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi
PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
Ø Tahun 2012
merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan
oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak
wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan local yang tidak memiliki
akuntabilitas publik.
Efek penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan Keuangan.
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan
membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam laporan keuangan perusahaan
domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang
(2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan pengaruh Standar Akuntansi
Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh
Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan
dan laporan keuangan. Hung & Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI
terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan
bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi
yang menerapkan IAS disbanding standar akuntansi Jerman, dan tidak ada
perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar
Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak
pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio
nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price.
2.4
Harmonisasi IFRS di Australia
Adopsi IFRS telah dilakukan di beberapa negara, di
antaranya di Uni Eropa yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di
bursa harus menyiapkan laporan keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007),
sedang di Inggris standar yang menyerupai IFRS diperlukan untuk menghindari
masalah tentang perusahaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar di bursa dan
IFRS dianggap sebagai suatu tantangan, yang pada akhirnya menyambut baik IFRS
untuk mengurangi perbedaan antara standar akuntansi di Inggris dan IFRS (Fearnley
dan Hines, 2003).
Keputusan untuk mengadopsi IFRS di Australia berawal
dari diputuskannya mengadopsi IFRS mulai dari 1 januari 2005 yang merupakan
keputusan pada tahun 2002. Seiring dengan jadwal European Union (EU) untuk
pengadopsian IFRS. IFRS 2004 yang merupakan ‘platform stabil’ diadopsi.
Manfaat
mengadopsi IFRS bagi Australia adalah :
Ø Membantu
menarik modal ke Australia = menurunkan biaya modal.
Ø Biaya lebih
rendah bagi pelapor, auditor dan pemakai laporan keuangan dari entitas
multinasional (tidak perlu susun ulang).
Ø Mengisi
kesenjangan dalam AGAAP, misalnya yang berhubungan dengan instrumen keuangan.
Biaya:
Ø Hilangnya
pedoman yang ada di AGAAP, misalnya pedoman akuntansi untuk imbalan yang
diterima karyawan.
Ø pengenalan
metode akuntansi opsional = komparabilitas berkurang.
Ø kehilangan
kebebasan untuk membangun set standar yang terpisah untuk entitas non-nirlaba.
Ø Biaya-biaya
sehubungan dengan penerapan perubahan.
Proses
pengadopsian IFRS
Ø Proses
penggabungan dimulai di tahun 1996, mencapai puncaknya di tahun 2002 ketika Australian Convergence Handbook (Buku
Pegangan Konvergensi Australia) diterbitkan.
Ø Di tahun
2002, jurang perbedaan antara IFRS dan AGAAP telah jauh berkurang.
Pada tahun
2002, perbedaan utama yang masih ada antara IFRS dan AGAAP adalah:
Ø IFRS lebih
komprehensif sehubungan dengan akuntansi untuk instrumen keuangan dan imbalan
pasca-kerja.
Ø AGAAP lebih
komprehensif sehubungan dengan akuntansi untuk asuransi, kegiatan pertambangan,
aktiva tak berwujud, dan kerangka kerja.
Ø Setiap
standar IFRS dipaparkan dalam bentuk Exposure
Draft oleh AASB, yang meminta komentar apakah standar akan berdampak
positif bagi ekonomi Australia.
Ø Waktu yang
cukup disediakan bagi yang berkepentingan untuk mengenal konsep IFRS dan
membangun sistem yang sesuai – proses selesai pada Juli 2004.
Ø Kebanyakan
entitas memiliki 2 tahun untuk menerapkan IFRS – secara umum neraca tahunan
yang terdampak adalah per 30 Juni 2006.
Ø April 2004,
untuk membantu proses pengadopsian, AASB menerbitkan AASB 1047 Disclosing the Impacts of Adopting
Australian Equivalents to IFRS (Pencatatan Dampak akan Pengadopsian Standar
Australia setara dengan IFRS).
Ø AASB 1047
mengharuskan entitas untuk mencatatkan dampak yang relevan bagi tahun sebelum
tahun adopsi dalam laporan keuangan mereka – biasanya tahun yang berakhir 30
Juni 2005.
Ø IFRS 4 Insurance Contracts (Kontrak Asuransi)
dan IFRS 6 Exploration for and Evaluation
of Mineral Resources (Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral) masih
mempertahankan fitur-fitur penting dari AGAAP yang berhubungan dengan Asuransi
dan Aktivitas Pertambangan.
Dampak IFRS
atas laporan keuangan
Ø Penerusan
biaya eksplorasi masih ok, namun dengan kriteria yang sedikit berbeda dari
AGAAP aslinya.
Ø Derivatif
(produk turunan) – kebanyakan entitas, termasuk bank, harus mengidentifikasi
dan menilai fair value (harga wajar) dari derivative.
Ø Penurunan
nilai harta finansial, terutama dalam buku pinjaman – berubah dari model
‘dinamis’ ke model ‘kerugian yang timbul’.
Ø Kontrak
asuransi – faktor bunga berubah ke risk free (bunga bebas resiko) dan uji
kelayakan liabilitas asuransi diperkenalkan.
Ø Pertanian –
tak banyak perubahan – beberapa isu sehubungan dengan harta biologis masih ada,
misalnya sehubungan dengan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Ø Pemulihan penilaian
atas aktiva tak berwujud (termasuk merek).
Setelah
dilakukan harmonisasi IFRS dengan standar akuntansi di Australia, hasil yang
diperoleh adalah :
Ø Laporan
keuangan entitas Australia lebih banyak dimengerti di seluruh dunia.
Ø Sinergi
dalam persiapan, audit dan kajian laporan keuangan Australia untuk entitas yang
merupakan bagian dari kelompok multinasional.
Ø Biaya awal
sehubungan dengan proses adopsi, terutama untuk penerapan IAS 39 untuk entitas
seperti bank dan perusahaan asuransi.
Ø IFRS terus
mengalami perubahan - kebanyakan perubahan ini didorong oleh hal-hal yang tidak
berlaku bagi Australia.
Ø Isu
akuntansi yang relevan untuk Australia mungkin bukanlah prioritas global,
misalnya seperti Aktivitas Pertambangan, dan Laba Rugi versus Pendapatan Lain-Lain
(Other comprehensive income).
Ø Adopsi IFRS
menyoroti kekhawatiran akan pengungkapan yang berlebihan.
2.5 Harmonisasi IFRS di Singapura
Di Singapura adopsi penuh Standar
Akuntansi Internasional tidaklah menjadi masalah. Regulator di negara ini telah
meminta perusahaan di Singapura untuk mengikuti Singapore Reporting Standards (FRS) mulai 1 Januari 2003 dan FRS
sendiri diadopsi dari AIS. Sampai April 2005 Singapura telah mengadopsi semua
Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh IASB, kecuali AIS No.40 tentang Investment Property, yang direvisi oleh
IASB dan berlaku pada 1 Januari 2005, sehingga untuk hal tersebut Dewan Standar
Singapura memberlakukan secara efektif pada 1 Januari 2007.
BAB III
PENUTUP
3.2
Kesimpulan
Operasi bisnis dan pasar modal yang
bersifat global menuntut adanya standar yang
bersifat global pula. Oleh karenanya beberapa organisasi di dunia
sepakat membentuk Standar Akuntansi Internasional (International
Accounting Standards/AIS) yang kini
menjadi International Financial Reporting Standard (IFRS) untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan keuangan
yang bersifat internasional. Adanya IFRS
banyak mendapat penolakan yang disebabkan karena latar belakang nasional,
keunikan iklim bisnis tiap negara, dan
perbedaan kebutuhan dari pemakai laporan keuangan. Meskipun banyak penolakan
tetapi banyak pula tekanan untuk mengadopsi IFRS, dengan demikian perlu ada yang menjembatani agar
Standar Akuntansi Keuangan sejalan dengan IFRS yaitu dengan melakukan
harmonisasi bahkan konvergensi terhadap IFRS. Adanya harmonisasi bahkan
konvergensi terhadap IFRS maka
diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas utama yaitu
komparabilitas dan relevansi. Kualitas tersebut
sangat diperlukan untuk memudahkan perbandingan laporan keuangan antara
negara dan untuk pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Arja
Sadjiarto. 1999. Akuntansi Internasional: Standarisasi Versus Harmonisasi. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, 1 (2): 144-161.
Choi,
Frederick D.S., Carol Ann Frost, Garry K Meek. 1999. International
Harmonization:
Cautions From The Australian Experience.
www.blogger.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar